Judul: My Adventure in The World
Penulis: Isni
Ilustrator: Nabila Amanda
Editor: Dadan Ramadhan dan Shinta Handini
Penerbit: DAR! Mizan
Tebal: 88 halaman
Sinopsis:
Jevinka bersahabat dengan Vani dan Ariyanti. Mereka sekelas di kelas VI-D. Di kelas mereka ada Geng Alice yang tidak menyukai ketiganya, terutama terhadap Jevinka. Geng Alice yang dipimpin oleh Alice memiliki sifat yang sama, yaitu centil, sombong, suka dandan, dan jutek. Semuanya feminin, tidak ada yang tomboi. Di kelas VI-D, tidak ada yang menyukai Geng Alice, karena selalu saja mereka membuat ulah. Terakhir, Geng Alice membuat Jevinka kabur dari rumah. Semua gara-gara Pak David, guru Bahasa Inggris, idola murid-murid di kelas VI-D. Waduh, apa yang diperbuat Geng Alice terhadap Jevinka, ya? Apakah Jevinka berhasil ditemukan? Lalu, apa hubungan kaburnya Jevinka dengan Pak David? Baca ceritanya di buku ini, yuk! Dijamin seru!
Sinopsis:
Illy berkenalan dengan Kim, seorang anak yang sering melamun di depan mercusuar tua. Ternyata, Kim menyimpan banyak cerita. Ayahnya yang bekerja sebagai nahkoda kapal, meninggal karena kapal yang dikendarainya menabrak karang saat badai melanda Melbourne. Sebelum meninggal, ayah Kim menitipkan pesan agar Kim pergi ke mercusuar tua di sebelah barat. Mercusuar itu berhubungan dengan sebuah peti yang ikut karam bersama kapal ayah Kim. Petualangan pun dimulai. Mereka bertemu dengan Marlene, putri duyung yang tinggal di kerajaan Marina Bay. Bersama-sama, ketiganya menelusuri petunjuk yang didapat. Lalu, apa hubungan antara mercusuar dengan peti di dalam kapal yang karam? Berhasilkah Illy, Kim, dan Marlene memecahkan misteri tersebut? Yuk, kita ikuti petualangan mereka! Semuanya terungkap di dalam buku ini.
Dari mulai pembukaannya, film ini sudah mengaduk-aduk emosi saya. Film ini diawali dengan setting di rumah sakit, saat seorang ibu yang sedang sakit di atas tempat tidur brankar dibawa masuk ke ruangan untuk mendapat tindakan dari para dokter. Seorang laki-laki dewasa, yang kemudian saya tahu dia bernama Ramadhan (diperankan oleh Husein Alatas), bersama ayahnya menunggu di luar ruangan dengan perasaan cemas dan sedih.
Cerita langsung flash back saat seorang anak lelaki, yang adalah Ramadhan kecil (diperankan oleh Reyhan Khan) dan teman-teman laki-lakinya belajar mengaji bersama seorang Ustaz di kampung mereka. Saat itu Ramadhan diminta untuk praktik berceramah di depan teman-temannya. Tema ceramahnya adalah kisah tentang Uwais Al-Qarni, orang saleh di zaman Rasulullah Saw. Ceramah yang dibawakan Ramadhan ini begitu memesona teman-temannya. Bahkan Ustaz pun mengangguk-angguk dan terlihat bangga dengan gaya berceramah Ramadhan. Dikisahkan oleh Ramadhan, kalau Uwais Al-Qarni ini tinggal bersama ibunya yang lumpuh dan buta. Uwais Al-Qarni selalu menggendong ibunya ke mana pun. Saat itu Uwais Al-Qarni bertemu dan bertanya kepada Abdullah bin Umar, salah seorang sahabat Rasulullah Saw. tentang pengorbanannya merawat ibunya. Apakah semua yang dilakukannya selama ini sudah dapat membalas jasa-jasa ibunya terhadapnya? Abdullah bin Umar menjawab,
"Bahkan jika engkau gendong ibumu mengitari Kabah, hingga engkau gendong lagi ibumu mengitari Madinah ... tak, kan, setetes pun darah beliau saat melahirkanmu akan bisa kau balas. Tidak setetes pun!"
Deg! Masya Allah. Begitu besarnya jasa-jasa seorang ibu, sehingga semua yang kita lakukan tidak akan dapat membalasnya. Begitu luar biasanya kedudukan ibu, sehinga Rasulullah Saw. pun mengulangnya hingga tiga kali, "Ibumu, ibumu, ibumu ... baru ayahmu."
Ceramah Ramadhan ini didengar oleh Naila, teman sekaligus tetangga Ramadhan. Naila tinggal berdua bersama ayahnya. Ibunya sudah meninggal. Cerita kemudian berlanjut saat Naila diminta ayahnya untuk membeli kopi di "Warung Abuya", warung milik Abuya, ayahnya Ramadhan. Untuk ke warung itu, Naila harus naik perahu menyeberangi sungai Musi. Naila mampir ke rumah Ramadhan dan menawari Ummi, ibunya Ramadhan (diperankan oleh Elma Theana), jika ingin menitipkan sesuatu ke seberang. Ummi yang seorang penjahit menitipkan baju jahitannya kepada Naila untuk disampaikan kepada pelanggannya. Ramadhan yang ketika itu sedang membaca komik diminta oleh Ummi untuk mengantarkan Naila. Dengan malas-malasan, Ramadhan pun akhirnya memenuhi permintaan Ummi. Naila yang mengetahui keengganan Ramadhan untuk mengantarnya, tersenyum. Dalam perjalanan menuju perahu, Naila membuka percakapan dengan memuji ceramah Ramadhan. Naila yakin kalau sudah besar, Ramadhan akan jadi ustaz yang hebat. Tapi, Ramadhan mengelak. Dia tidak ingin jadi ustaz, tapi ingin jadi artis. "Lihat saja, suatu hari nanti, aku akan masuk TV," begitu kata Ramadhan. Mereka kemudian naik perahu menuju seberang.
Saat adegan ini, banyak diperlihatkan rumah-rumah yang berada di pinggir sungai Musi. Rumah-rumah tersebut, termasuk rumah Ramadhan dan Naila terbuat dari kayu. Jalan-jalan yang menghubungkan rumah mereka berupa jembatan yang terbuat dari kayu pula. Di kiri kanan rumah-rumah itu banyak tumbuhan eceng gondok yang besar-besar. Lokasinya sungguh pas dan bagus. Bagi yang belum pernah ke Palembang, bisa menjadi tambahan pengetahuan. Terutama untuk anak-anak kota yang tahunya hanya mal. Mereka jadi tahu ada perumahan dengan lingkungan dan suasana seperti itu.
Selesai dari Warung Abuya, Ramadhan dan Naila bertemu teman-teman sebaya mereka yang sedang duduk-duduk di dekat sana. Seperti kebanyakan anak kecil yang suka saling meledek, kedekatan Ramadhan dan Naila pun menjadi bahan ledekan teman-teman mereka. Ramadhan kecil yang jiwanya suka meledak-ledak ini akhirnya berkelahi. Abuya datang memisahkan dan langsung membawa Ramadhan pulang. Di sinilah akhirnya diputuskan kalau Ramadhan harus dikirim ke pesantren milik Ustaz Akhtar (diperankan oleh Ustaz Alhabsyi), kakak dari Abuya.
Walaupun berat, Ummi, kakak perempuan, dan adik laki-laki Ramadhan akhirnya harus melepaskan Ramadhan untuk mondok di pesantren Ustaz Akhtar. Abuya yang mengantarkan. Sampai di pesantren, Abuya berpesan kepada Ramadhan untuk selalu duduk di depan, serta berani bertanya dan menjawab pertanyaan. Pesan Abuya kepada Ramadhan sebelum pulang,
"Ilmu itu dekat sama anak yang pemberani."
Ramadhan memulai kehidupannya yang baru di pesantren. Dia ditempatkan sekamar dengan tiga temannya yang lain, yaitu Abdul, Fauzan, dan Kiagus. Kehidupan di pesantren ternyata tidak mengurangi kenakalan-kenakalan kecil Ramadhan. Siang hari, saat para santri seharusnya tidur siang, Ustaz Akhtar menemukan kalau kamar yang ditempati oleh Ramadhan dan kawan-kawan hanya tinggal Kiagus yang sedang tidur. Ramadhan, Abdul, dan Fauzan kepergok berada di warung sedang menonton acara dangdutan. Walau tinggal di pesantren, cita-cita Ramadhan tetaplah ingin menjadi artis. Atas kesalahan tersebut, Ustaz Akhtar pun menghukum mereka bertiga. Ramadhan, Abdul, dan Fauzan dihukum berceramah di kuburan, di pasar, dan di beberapa tempat lainnya.
Kelucuan dimulai saat adegan hukuman berceramah di kuburan pada malam hari. Ramadhan, Abdul, dan Fauzan diperintahkan untuk ke tengah kuburan dan berceramah dengan suara keras secara bergantian. Diawali oleh Abdul yang berceramah tidak mengucapkan salam terlebih dahulu. Ustaz Akhtar pun menegurnya. Abdul menyahut, "Kalau pakai salam, nanti ada yang jawab." Grrr ... studio langsung dipenuhi gelak tawa. Ceramah kemudian dilanjutkan oleh Ramadhan dan Fauzan. Ketika kembali giliran Abdul yang berceramah, semua yang ada di studio kembali tertawa, karena celetukan Abdul yang tidak sanggup melanjutkan ceramahnya akibat celananya yang sudah basah.
Hukuman selanjutnya adalah berceramah di tengah pasar yang ramai. Ramadhan berceramah di dekat para penjual daging. Dia mengingatkan kepada para pedagang untuk tidak mengurangi timbangan dan menjaga kepercayaan pembeli. Seorang tukang daging yang merasa terganggu dengan ceramah Ramadhan, marah. Dia mengusir mereka bertiga. Setelah itu, Ramadhan, Abdul, dan Fauzan berceramah di tempat-tempat lainnya.
Saat istirahat sekolah, Ramadhan, Abdul, dan Fauzan bercerita kepada teman-teman yang lain tentang pengalaman mereka saat dihukum berceramah. Tiba-tiba datang seseorang mencari santri yang pernah berceramah di pasar. Ramadhan kaget. Ternyata orang itu adalah salah satu penjual daging yang menjadi sadar akan perbuatannya setelah mendengar ceramah Ramadhan. Penjual daging itu memberikan hadiah sekantong daging sapi. Abdul kembali menceletuk agar Ramadhan berceramah di dekat tukang ayam supaya mereka mendapatkan daging ayam.
Tidak sampai di situ. Suatu malam, Ustaz Akhtar kembali berpatroli memeriksa kamar-kamar santri. Ketika tiba di kamar Ramadhan, Ustaz Akhtar hanya mendapati Abdul yang tidur pulas. Sementara Ramadhan, Fauzan, dan Kiagus tidak ada. Jendela kamar mereka terbuka lebar. Keesokan paginya, mereka bertiga dan Redi, satu santri lain yang ikut mengilang, dihukum di depan kelas. Ustaz Akhtar bertanya kepada Fauzan dan Redi tentang menghilangnya mereka. Keduanya mengaku pergi menonton acara musik di kampung sebelah. Mereka dihukum dengan pukulan mistar pada telapak tangan. Saat giliran Ramadhan dan Kiagus, keduanya menjawab kalau mereka menonton acara ceramah di televisi di "Warung Pak Kumis". Ustaz Akhtar marah karena keduanya dianggap berbohong dengan mengatakan menonton ceramah. Apalagi Ramadhan sampai mengucapkan sumpahnya. Mereka dihukum pukul tangan dengan mistar bertubi-tubi.
Untuk membuktikan kebohongan Ramadhan dan Kiagus, Ustaz Akhtar mendatangi Warung Pak Kumis. Ternyata, apa yang diucapkan Ramadhan dan Kiagus itu benar. Ustaz Akhtar kaget. Sambil menangis akibat penyesalannya yang dalam, Ustaz Akhtar meminta Ramadhan dan Kiagus untuk balas memukulnya dengan mistar. Dengan terpaksa dan sambil menangis, Ramadhan mengambil mistar yang diberikan oleh Ustaz Akhtar. Tapi, bukannya membalas, Ramadhan malah memeluk Ustaz Akhtar. Mereka kemudian berpelukan. Ustaz Akhtar meminta Ramadhan untuk mengikhlaskan perbuatannya, karena tidak ingin ditagih saat di akhirat nanti.
Cerita berlanjut sepuluh tahun kemudian.
Ramadhan sedang mengajar di kelas menjadi guru para santri. Saat istirahat, datang Kiagus mengunjunginya. Kiagus abis mendapat honor berceramah. Dia mentraktir Ramadhan dan juga Abdul di Warung Pak Kumis. Ketiganya menjadi guru agama dan sesekali menerima panggilan berceramah. Sementara Fauzan sudah menjadi pemain biola yang hebat. Dalm kesempatan itu, terlontar kembali keinginan Ramadhan untuk menjadi artis.
Saat malam tiba, Ramadhan bertukar pikiran dengan Ustaz Akhtar. Ramadhan tidak mengungkapkan keinginannya untuk menjadi artis. Ramadhan hanya bertanya, "Permohonan orangtua seperti apa yang harus dituruti?" Ustaz Akhtar menjawab,
"Anak harus selalu memenuhi permohonan orangtua yang membuatnya jadi lebih mendekatkan diri kepada Allah.Ridha Allah itu ridha orangtua. Kalau orangtua ridha, maka semua permohonan akan dikabulkan. Apa pun yang dijalani, tanpa ridha orangtua, tidak akan ada ketenangan dan keberkahan."
Liburan sekolah, Ramadhan menyempatkan diri untuk mengunjungi Ummi, Abuya, dan kedua saudaranya. Waktu tiba di rumahnya, Naila yang sudah menjadi gadis cantik sedang berada di sana. Malam harinya, Ramadhan mengajak Naila jalan-jalan menikmati keindahan sungai Musi dari jembatan Ampera. Ramadhan minta kepada Naila untuk sering-sering berkunjung ke rumahnya untuk menengok Ummi. Kemudian mereka berfoto bersama menggunakan handphone Naila.
Tiba di rumahnya, Naila mengganti wallpaper handphone-nya dengan foto dirinya berdua Ramadhan. Ayahnya yang melihat tahu kalau Naila memendam perasaannya kepada Ramadhan. Naila disarankan untuk mengungkapkan perasaannya itu. Tapi, Naila menolak. Menurutnya, tidak pantas seorang perempuan mengungkapkan isi hatinya kepada laki-laki.
Cerita meloncat kembali ke pesantren tempat Ramadhan mengajar. Tiba-tiba ada syuting film di sana. Ramadhan, Abdul, dan Kiagus, beserta para guru dan santri-santri menyaksikannya. Kirana (diperankan oleh Zee Zee Shahab) sedang di-makeup di ruang guru. Ramadhan, Abdul, dan Kiagus pun berkenalan dengan Kirana. Tiba-tiba datang salah seorang kru film menawari Ramadhan untuk bermain film menjadi figuran. Abdul dan Kiagus memberitahu kalau Ramadhan juga seorang guru silat. Kru film itu jadi menawari Ramadhan untuk ikut casting film laga di Jakarta. Abdul dan Kiagus mendukungnya. Tapi, Ramadhan ragu. Di satu sisi, Ramadhan menganggap tawaran ini adalah kesempatan untuk mencapai impiannya untuk menjadi artis. Di sisi lain, Ramadhan tahu kalau Ustaz Akhtar tidak akan mengizinkannya, terlebih Ummi.
Dengan bujuk rayu Abdul dan Kiagus, akhirnya Ramadhan nekat pergi ke Jakarta. Ramadhan pergi ditemani Abdul dan Kiagus. Mereka pergi naik bus, hingga tiba di ibukota. Kelucuan-kelucuan kembali terjadi saat ketiganya melihat Monas dan berfoto-foto sebentar di sana. Kemudian, mereka langsung menuju tempat casting. Ternyata, casting film laga ditunda tiga hari. Selama menunggu, Ramadhan, Abdul, dan Kiagus izin untuk tidur di pelataran masjid. Pengurus masjid mengizinkan dengan syarat mereka bertiga membantu membersihkan masjid dan mengajar anak-anak mengaji.
Sementara itu di Palembang, Ummi sakit lagi. Ramadhan merasakan kontak batin dengan Ummi dan meneleponnya. Saat itu yang mengangkat telepon adalah Abuya. Ummi minta agar Abuya tidak memberitahukan kondisinya kepada Ramadhan. Ummi tidak mau mengganggu pekerjaan Ramadhan di pesantren. Padahal Ramadhan sedang ada di Jakarta untuk casting pemain film. Abuya memenuhi permintaan Ummi. Ramadhan merasa ragu dengan informasi yang diberikan Abuya. Sampai telepon ditutup, hati Ramadhan tetap tidak tenang. Ramadhan sampai bermimpi tentang Ummi.
Tengah malam, Ramadhan terbangun. Pikirannya masih tentang Ummi. Tiba-tiba, Ramadhan mendengar suara tangis seorang anak dari dalam masjid. Ramadhan mendatangi dan menanyakan penyebab anak itu menangis. Anak itu bercerita kalau dia sudah yatim piatu dan tinggal di panti asuhan. Orangtuanya meninggal pada selasa malam, setahun yang lalu. Setiap selasa malam, anak itu selalu izin kepada pengurus panti asuhan untuk ikhtikaf di masjid. Dia menyesal telah berbuat nakal ketika orangtuanya masih hidup. Seandainya Allah mengabulkan, dia ingin orangtuanya hidup lagi dan akan selalu berbuat baik. Dia akan membuat orangtuanya bangga akan dirinya. Ramadhan yang mendengar cerita anak itu langsung memeluk dan menghiburnya.
Perjumpaannya dengan anak itu membuat Ramadhan semakin rindu dengan Ummi. Pagi harinya, Ramadhan langsung memutuskan untuk membatalkan ikut casting pemain film dan pulang ke Palembang. Abdul dan Kiagus yang awalnya protes, akhirnya menuruti saja kemauan Ramadhan. Sampai di rumahnya di Palembang, Ramadhan langsung menemui Ummi di kamar dan berlutut di sampingnya. Benar perasaannya kalau Ummi sakit.
Cerita kembali lagi ke pesantren. Saat malam hari, Ramadhan tengah serius di kantor, Ustaz Akhtar mendatanginya. Ustaz Akhtar meminta Ramadhan untuk menggantikannya berceramah di rumah orang kaya. Ternyata itu adalah rumah orangtua Kirana. Ibu Kirana yang melihat penampilan Ramadhan yang masih muda, meragukannya. Tetapi, ayah Kirana merasa rekomendasi Ustaz Akhtar tidak akan salah. Ramadhan dipersilakan untuk menggantikan Ustaz Akhtar berceramah. Selain itu, Kirana juga meminta Ramadhan untuk membantunya dalam kegiatan RISMA (Remaja Islam). Kirana merupakan salah satu pengurus di sana. Ramadhan pun menyanggupi.
Pulang ke rumah, Ramadhan langsung menemui Ummi. Sambil menyerahkan amplop yang berisi uang yang didapatnya, Ramadhan ingin membuat kontrak akhirat dengan Ummi. Kontrak akhirat yang menyatakan kalau penghasilannya dibagi dua sama Ummi, fifty-fifty. Ummi menolaknya. Tapi, Ramadhan memaksa. Dengan penuh rasa haru, Ummi akhirnya menerima pemberian Ramadhan.
Tak disangka, uang pemberian Ramadhan harus diberikan Ummi kepada seorang ibu pelanggan jahitannya. Bahan yang diberikan oleh ibu itu untuk dijahitkan menjadi rusak karena mesin jahit Ummi selip sewaktu dipakai menjahit. Ummi merasa sangat bersedih, karena kesalahan dirinya, uang yang diberikan Ramadhan harus diberikan kepada orang lain.
Cerita selanjutnya, Ramadhan terlihat sedang menangis di sebuah makam. Itu adalah makan Ustaz Akhtar. Selama berhari-hari, Ramadhan bersedih di sana. Ramadhan selalu terngiang-ngiang akan nasihat Ustaz Akhtar. Sebelum meninggal, Ustaz Akhtar memberitahukannya kalau beliau sudah lama sakit ginjal, bahkan menerima donor ginjal. Seseorang yang baik hati telah mendonorkan ginjalnya kepada Ustaz Akhtar. Orang itu adalah Abuya, ayah Ramadhan. Abuya yang merasa tidak sanggup menyekolahkan Ramadhan karena terbentur biaya, hanya minta Ustaz Akhtar untuk selalu menyelipkan doa untuk anaknya itu dan mendidiknya dengan baik di pesantren.
"Seorang ibu selalu berani mati demi sepuluh orang anaknya. Tapi, sepuluh orang anak belum tentu berani mati demi seorang ibunya.Seorang ayah selalu berjuang untuk membahagiakan sepuluh orang anaknya. Tapi, sepuluh orang anak belum tentu bisa berjuang untuk membahagiakan seorang ayahnya."
Ummi sakit lagi. Ramadhan izin pulang untuk menjenguk Ummi. Saat sedang bersama Ummi, tiba-tiba ada telepon dari stasiun televisi yang memintanya berceramah dalam suatu acara. Ramadhan memberitahukan Ummi. Ummi sangat senang mendengar kabar baik itu dan mendukungnya. Kemudian ada Naila datang bertamu membawa tomat segar dan langsung ke dapur membuatkan jus tomat untuk Ummi. Bersamaan dengan itu, Kirana datang membawa sekeranjang buah-buahan sekaligus mengundang Ramadhan untuk kembali berceramah di rumahnya dengan didampingi Ummi dan Abuya. Naila akhirnya bertemu dengan Kirana. Keduanya diketahui sama-sama mempunyai perasaan terhadap Ramadhan. Suasana pun berubah menjadi canggung, hingga Kirana pulang.
Selanjutnya, Ramadhan datang bersama Ummi dan Abuya memenuhi undangan Kirana. Ummi dan Abuya diperkenalkan dengan orangtua Kirana. Tiba-tiba, Ummi yang sedang sakit, muntah-muntah di antara tamu undangan. Ibu Kirana kesal dan marah-marah. Ramadhan langsung mengambil pel untuk membersihkannya. Kirana jadi tidak enak hati dengan Ramadhan atas sikap ibunya. Saat itu, Ummi mendadak kejang-kejang. Ummi langsung dilarikan ke rumah sakit. Ummi terkena stroke dan memerlukan perawatan yang intensif. Untuk menutupi biaya rumah sakit, Ramadhan menjual vespa miliknya. Dalam kondisi seperti itu, Ramadhan jadi ragu untuk memenuhi undangan ceramah di stasiun televisi. Ramadhan tidak tega meninggalkan Ummi di Palembang dan pergi ke Jakarta. Ummi yang sudah sedikit membaik, meminta Ramadhan untuk meneruskan niatnya. Ramadhan pun akhirnya berangkat.
Ceramah Ramadhan disiarkan secara langsung. Ramadhan mengenakan syal yang dijahit Ummi untuknya. Dalam ceramahnya, Ramadhan bercerita tentang sahabatnya, seorang pengusaha yang sangat sibuk. Dalam suatu kesempatan, Ramadhan mengunjungi sahabatnya itu. Di antara kesibukan pekerjaannya, telepon sahabatnya itu beberapa kali berdering. Ramadhan meminta sahabatnya untuk mengangkatnya, karena mungkin ada berita penting. Setelah kesekian kalinya, akhirnya sahabatnya itu menuruti permintaan Ramadhan. Ternyata, ibu sahabatnya itu yang menelepon, mengatakan kalau beliau rindu dan ingin bertemu. Sahabat Ramadhan yang pengusaha itu menjawab kalau dia belum sempat karena sedang sibuk. Malam harinya, sahabatnya itu menelepon Ramadhan. Dengan penuh isak tangis, sahabatnya itu mengabarkan kalau ibunya telah meninggal dunia. Dari cerita tersebut, bisa diambil pelajaran.
"Kita selalu mencari surga-surga yang jauh. Puasa tiap saat, menyantuni anak yatim, beramal dengan murah hati, berkali-kali menunaikan ibadah haji, dan lain-lain kebaikan. Padahal ada surga terdekat di rumah kita. Surga yang paling mudah dan paling cepat didapatkan ... orangtua."
Cerita berakhir saat Ramadhan dan Naila berdiri bersama di pinggir sungai Musi. Naila menceritakan kerinduannya yang mendalam terhadap almarhumah ibunya. Dia berharap bisa merengkuh surga. Ramadhan menghiburnya dengan mengatakan bahwa Naila akan jadi surga buat anak-anaknya.
Catatan di atas saya tulis setelah dua kali menonton film "ADA SURGA DI RUMAHMU". Yang pertama saat special preview di Blitzmegaplex Grand Indonesia. Kemudian yang kedua waktu gala premiere di Epicentrum XXI Kuningan. Saya menonton film ini menemani putri saya, Muthia Fadhila Khairunnisa (Thia) yang diundang oleh Penerbit Mizan sebagai wakil dari penulis cilik/remaja yang telah menulis buku-buku KKPK dan Fantasteen.
Waktu menonton film ini untuk yang pertama kali, saya menonton bersama Thia dan kedua adiknya, Ariq dan Arza. Film ini sangat bagus untuk ditonton bersama keluarga. Yang jelas, aman bagi anak-anak. Penuh nasihat yang disajikan secara alami, mengalir dan tidak menggurui. Meskipun ada kisah mengenai perasaan suka terhadap lawan jenis, tapi tidak ada yang patut dikhawatirkan. Semuanya disajikan secara Islami. Bahkan ada dialog yang mengatakan kalau bukan mukhrim tidak boleh berdekatan.
Terus terang, belum pernah saya menonton film seemosional ini. Film ini berhasil mengaduk-aduk perasaan saya. Sepanjang film, yang terbayang adalah orangtua saya. Terbayang ketulusan dan pengorbanan mereka dalam membesarkan kami, anak-anaknya. Apalagi saya telah menjadi seorang ibu dari tiga orang anak. Saat menonton film ini pun, saya berkali-kali melihat ekspresi ketiga anak saya. Mereka turut larut dalam cerita di film ini. Bahkan Arza, putra bungsu saya berkali-kali menutup matanya dengan jaketnya. Waktu saya buka, dia langsung memeluk saya. Saya tanya, "Kenapa?" Arza cuma menjawab, "Mamaaa ...." sambil mempererat pelukannya. Melihat Arza berbuat seperti itu terhadap saya, Thia dan Ariq pun ikut memeluk saya. Masya Allah, dada saya langsung sesak. Sesak karena larut dalam cerita di film ini dan karena perlakuan anak-anak saya. Tapi, banyak juga adegan-adegan lucu yang membuat kami tertawa bersama. Menangis, tertawa, menangis, tertawa. Selang-seling seperti itu jadinya.
Ketika menonton film ini yang kedua kali, saya hanya berdua dengan Thia. Ariq dan Arza tidak bisa ikut karena ada kegiatan PERJUSA (Perkemahan Jumat Sabtu) di sekolah. Walau telah menonton, saya masih merasakan emosi yang sama. Tapi, di kesempatan kedua ini, saya berhasil mencatat alur cerita hingga pesan-pesan bagus yang sangat membekas di hati saya. Catatan tersebut kemudian saya pindahkan kemari.
Film yang diangkat dari novel ADA SURGA DI RUMAHMU karya Ustaz Alhabsyi yang ditulis oleh Oka Aura ini diperankan oleh pemain-pemainnya dengan sangat baik. Husein Alatas yang merupakan penyanyi dari ajang pencarian penyanyi berbakat berhasil membawakan perannya sebagai Ramadhan dengan apik. Padahal ini adalah peran pertamanya di film dan langsung mengisi peran utama. Begitu juga dengan Reyhan Khan yang berperan sebagai Ramadhan kecil. Gemas saya dengan aktingnya. Pintar sekali mengekspresikan dirinya sebagai Ramadhan kecil yang cuek, namun sangat mencintai ibunya. Selain itu, Nina Septiani dan Zee Zee Shahab juga bagus aktingnya. Seperti kata sang sutradara Aditya Gumay, mereka membawakannya pas, tidak lebay. Kalau Elma Theana, sudah tidak perlu dikomentari lagi. Aktingnya sebagai Ummi sungguh cemerlang. Ditambah lagi dukungan dari pemain-pemain lainnya sebagai kakak, adik, dan teman-teman Ramadhan. Semuanya bagus.
Namun, memang ada gading yang tak retak. Untuk alur ceritanya, saya rasa ada beberapa bagian yang terlalu cepat, hingga terasa melompat-lompat. Apalagi ending-nya. Penasaran, deh, dengan nasib Naila dan Kirana. Ramadhan pilih yang mana, ya? Tapi, secara keseluruhan, film ini bagus.
Surga itu begitu dekat. Lalu, mengapa kita mengejar yang jauh?
Ya, film ini telah menjelaskan segalanya, menjelaskan tentang surga, tentang menggapai surga.
Surga yang sesungguhnya ada di rumah kita, yang ada pada orangtua kita.
Beruntunglah kita yang masih memiliki orangtua. Semoga mereka ridha kita menggapai surga lewat mereka. Aamiin.
Yuk, saksikan filmnya bersama keluarga mulai 2 April 2015! ^_^