Rabu, 26 September 2012

[Tulisan Saya] Mangga Oh Mangga

Cerita Bersambung


MANGGA OH MANGGA
Shinta Handini

#Bagian 1

“Anak-anak, mohon perhatian!” Bu Ririn, wali kelas 1A, berdiri di muka kelas.
Murid-murid kelas 1A yang sedang tekun mengerjakan soal latihan matematika langsung menghentikan kegiatannya.
“Hari ini sekolah kita kedatangan tamu dari Puskesmas Seridas,” kata Bu Ririn. “Di samping Ibu, ada seorang Dokter yang akan memberikan penjelasan tentang pentingnya makan sayur dan buah.”
Perhatian murid-murid kelas 1A pun langsung tertuju kepada sosok seorang wanita anggun dan cantik berseragam putih-putih di samping Bu Ririn.
“Silakan Bu Dokter memperkenalkan diri,” ucap Bu Ririn.
“Selamat pagi, anak-anak ...,” sapa Bu Dokter. “Perkenalkan nama Ibu adalah Tasya Kemala. Kalian bisa memanggil Ibu dengan Dokter Tasya.”
“Bu, namanya seperti nama seorang penyanyi, deh!” celetuk Agga.
“Iya, ibu sodaranya, ya?” sambung Dito.
Bu Ririn dan Dokter Tasya tersenyum mendengar pertanyaan murid-murid di kelas 1A. Dengan sabar Dokter Tasya melayani mereka.
“Bukan, kok!” jawab Dokter Tasya. “Pasti karena nama Ibu yang hampir mirip, ya?”
Murid-murid kela 1A serempak menganggukkan kepalanya.
“Tapi bener deh, Bu. Nggak cuma namanya. Ibu beneran mirip sama penyanyi terkenal itu,” Agga masih penasaran. “Jangan-jangan Ibu saudara kembarnya, ya?” Kali ini Agga mendekati Dokter Tasya dan serius memperhatikan wajahnya.
“Agga ...,” Bu Ririn memperingatkan.
“Iya, Bu, sebentar,” Bukannya kembali ke bangkunya, Agga malah semakin mendekati Dokter Tasya. “Bu, salam ya buat saudara kembar Ibu,” katanya sambil berbisik di telinga Dokter Tasya.
Dokter Tasya tersenyum seraya mengacungkan jempol tangan kanannya.
Agga puas dan kembali duduk ke bangkunya.
“Sekarang kita lupakan masalah nama ya ...,” kata Dokter Tasya. “Sekarang kita ngobrolin buah dan sayur aja. Bagaimana? Setuju, kan?”
“Tapi kita kan sedang mengerjakan latihan soal matematika, Bu Dokter,” protes Dinda.
Dokter Tasya melihat ke arah Bu Ririn.
“Anak-anak, soal-soal matematika itu bisa kalian lanjutkan pengerjaannya di rumah. Besok akan kita bahas. Untuk saat ini, kita akan mendengarkan pengetahuan penting yang akan disampaikan oleh Dokter Tasya,” kata Bu Ririn dengan bijak.
Dinda terlihat kecewa dengan keputusan Bu Ririn. Dengan wajah cemberut dimasukkannya buku dan semua peralatan tulis ke dalam tasnya.
***

#Bagian 2

“Silakan Dokter Tasya.”
“Terima kasih, Bu Ririn,” ucap Dokter Tasya. “Baik anak-anak, siapa yang tau Ibu dari Puskesmas mana?”
“Saya, Bu Dokter!” Agga yang pertama menjawab sambil menunjukkan tangannya. “Puskesmas Seridas.”
“Ya, benar!” puji Dokter Tasya. “Siapa yang tau singkatan dari Seridas?”
Semua murid kelas 1A saling berpandangan dan menggelengkan kepalanya.
Dokter Tasya tersenyum. Sementara itu Bu Ririn mengambil tempat duduk di kursi guru sambil ikut mendengarkan.
“Seridas itu singkatan dari Sehat, Riang, dan Cerdas,” jawab Dokter Tasya.
“Ooo ...,” sahut murid-murid kelas 1A serempak.
“Nah, pasti semua anak-anak di kelas ini termasuk anak yang seridas, kan?”
“Iya, Bu Dokter ....” Murid-murid kelas 1A kembali menjawab dengan kompak.
“Pasti suka makan buah dan sayur, kan?”
“Iya, Bu Dokter ...”
“Enggak, Bu Dokter ...”
Kali ini jawabannya tidak kompak. Dokter Tasya tertawa mendengar jawaban yang saling bersahut-sahutan itu.
“Wah, yang nggak suka makan sayur dan buah, sayang sekali. Padahal bisa membuat badan menjadi sehat, karena banyak mengandung vitamin. Daya tahan tubuh jadi kuat,” jelas Dokter Tasya. “Yang suka makan sayur dan buah pasti jarang sakit, deh! Jadi nggak akan sering-sering bolos sekolah karena sakit.”
Dokter Tasya kemudian menunjukkan gambar-gambar berbagai macam sayur dan buah. Murid-murid kelas 1A diajak bermain tebak-tebakkan mengenal nama-nama buah dan vitamin yang terkandung di dalamnya. Semuanya bersemangat sekali untuk ikut bermain. Di akhir permainan, semua murid di kelas 1A mendapatkan hadiah dari Dokter Tasya.
“Terima kasih anak-anak. Kita sudah bermain sambil belajar. Hadiahnya akan segera dikirim kemari ya ... Selamat menikmati,” ucap Dokter Tasya. “Sekarang Ibu pamit kembali bertugas ke Puskesmas Seridas. Sampai jumpa lagi.”
“Terima kasih kembali, Bu Dokter Tasya ...,” sahut murid-murid kelas 1A.
“Bu Dokter!” seru Agga tiba-tiba.
“Ya?” Dokter Tasya yang tengah berjalan menuju pintu keluar kelas pun berbalik.
“Jangan lupa ya, Bu ... Salam buat saudara kembar Bu Dokter. Bener lho, Bu,” kata Agga serius.
Dokter Tasya yang tadinya hendak tertawa, melihat mimik serius Agga jadi ikut-ikutan serius.
“Sip! Nanti kalau ketemu akan Ibu sampaikan.”
“Yippeee ... Bener kan kataku. Bu Dokter kembarannya penyanyi terkenal itu.” Agga jingkrak-jingkrak kegirangan.
Kali ini Dokter Tasya tidak bisa menyembunyikan tawanya.
“Sudah ya, anak-anak. Ibu pamit dulu.”
“Iya, Bu Dokter ...”
***

#Bagian 3

Beberapa saat lamanya kelas kembali ribut, karena Bu Ririn mengantarkan Dokter Tasya ke luar kelas. Ketika kembali, Bu Ririn membawa nampan yang berisikan banyak gelas plastik.
“Anak-anak ... Ini dia hadiah dari Dokter Tasya. Jus mangga!” seru Bu Ririn dengan riang.
“Horeee ...!” Murid-murid kelas 1A bersorak gembira.
“Agga, bantu Ibu membagikannya ke teman-teman ya,” pinta Bu Ririn.
“Siap, Bu!” Dengan sigap Agga menjawab dan segera membantu Bu Ririn.
Setelah semua mendapatkan bagiannya, tiba-tiba ....
“Whoaaa .... Huaaa ... Huaaa ... Huaaa ...,” Dinda menangis keras sekali.
Semua terkejut dan menoleh ke arah Dinda.
“Dinda, ada apa?” tanya Bu Ririn.
Teman-teman Dinda pun ikut mengerubuti Dinda.
Bukannya berhenti menangis, Dinda malah semakin mengeraskan tangisannya.
“Renni, ada apa dengan Dinda?” tanya Bu Ririn kepada Renni, teman sebangku Dinda.
“Saya nggak tahu, Bu. Saya juga kaget tahu-tahu Dinda nangis kencang kayak gitu.”
“Teman-teman, ada yang tahu Dinda kenapa?” Bu Ririn mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas.
Murid-murid kelas 1A menggeleng semua.
“Mungkin tangan atau kakinya kejepit, Bu!” seru Dito.
“Benar begitu Dinda?” Bu Ririn menoleh ke arah Dinda.
“Whoaaa .... Huaaa ... Huaaa ... Huaaa ...,” Dinda masih tetap menangis sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Lalu kenapa kamu menangis?” Kembali Bu Ririn bertanya dengan sabar.
“Mungkin mangganya asem, Bu!”
“O ya? Masa, sih? Coba kita minum bersama-sama,” ajak Bu ririn.
Murid-murid kelas 1A kembali ke tempat duduk dan minum jus mangganya masing-masing.
“Punyaku manis, kok!”
“Jus manggaku juga manis.”
“Iya, punyaku juga manis.”
Seluruh teman-teman Dinda memberikan pendapatnya.
“Benar,” kata Bu Ririn. “Jus mangga kepunyaan Ibu juga manis rasanya.”
“Apa jus mangga punya Dinda beda, ya?” tanya Renni bingung.
“Masa, sih?” Agga balik bertanya.
“Dinda, aku coba, yaaa ...,” kata Renni langsung menyedot jus mangga milik Dinda. “Slruuup ... Manis.”
“Masa? Aku juga coba yaaa ...,” kata Agga. “Slruuup ... Iya, manis.”
“Mana? Mana? Aku juga mau coba.” Teman-teman Dinda yang lain ikut mencoba satu-persatu.
Hingga akhirnya jus mangga kepunyaan Dinda habis diminum oleh teman-temannya.
“Jus mangga Dinda juga manis!” Seluruh teman-teman Dinda menyimpulkan.
***

#Bagian 4

Melihat gelas jus mangganya sudah kosong Dinda berhenti menangis.
Sementara itu Bu Ririn menjadi panik melihat perbuatan teman-teman sekelas Dinda.
“Aduh, kenapa jus mangga Dinda dihabiskan?” tanya Bu Ririn.
Cepat-cepat Bu Ririn mengambil segelas jus mangga yang masih tersisa di nampan dan segera memberikannya kepada Dinda.
Bukannya senang, Dinda malah kembali menangis.
“Whoaaa .... Huaaa ... Huaaa ... Huaaa ....”
“Dinda, stop! Jangan menangis lagi,” perintah Bu Ririn. “Ini jus mangganya sudah Ibu ganti.”
Dinda pun berusaha menghentikan tangisnya.
Dengan masih sesenggukan, Dinda menjawab,”Aku nggak mau yang iniii ...,” tunjuknya pada segelas jus mangga yang masih penuh. “Aku mau yang ituuu ....” Kini tangan dinda menunjuk pada gelas yang sudah kosong.
“Maksud Dinda apa?” Bu Ririn terlihat bingung.
“Aku nggak mau jus manggaaa ... Aku nggak suka manggaaa ...,” Kembali Dinda menangis keras.
Bu Ririn dan teman-teman sekelas Dinda terpana mendengar jawaban Dinda.
“Dinda ... Kenapa nggak bilang dari tadi? Kenapa pakai menangis segala?”
“Aku ... nggak suka ... jus mangga ... tapi ... aku mau sehaaat ...,” jawab Dinda terbata-bata.
Bu Ririn tersenyum mendengar jawaban Dinda.
“Memangnya kenapa Dinda nggak suka jus mangga?”
“Aku pernah coba. Rasanya asem. Aku nggak sukaaa ....”
“Kita coba jus mangga yang ini, yuk!” ajak Bu Ririn. “Pasti Dinda suka, karena jus mangga yang ini manis rasanya.”
Ragu-ragu Dinda mulai menyedot sedikit jus mangga di gelasnya.
“Whoaaa .... Huaaa ... Huaaa ... Huaaa ....” Dinda kembali menangis kencang.
Bu Ririn dan teman-teman sekelas Dinda kembali terkejut.
“Sekarang kenapa lagi?” tanya Bu Ririn.
“Aku suka mangga yang iniii ...,” jawab Dinda.
Mendengar jawaban Dinda, semua teman-teman sekelasnya tertawa terbahak-bahak.
”Dinda ... Dinda ...,” Bu Ririn sampai kehabisan kata-kata dan hanya dapat ikut tertawa.
***

Dimuat di KORAN BERANI
21-27 Mei 2012 / Tahun VI / No. 20
28 Mei - 3 Juni 2012 / Tahun VI / No. 21
4-10 Juni 2012 / Tahun VI / No. 22
11-17 Juni 2012 / Tahun VI / No. 23

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

0 komentar :

Posting Komentar