Kamis, 31 Januari 2013

Karena Kamu, Sayang ....


Hampir setahun aku menyetir sendiri, membawa mobil untuk mengantar sekolah dan berbagai kegiatan ketiga anakkku. Suatu keputusan yang sudah kupertimbangkan masak-masak. Tidak mudah memang. Apalagi sebelumnya aku terbiasa tidur di dalam mobil, tidak tahu jalan-jalan yang dilalui untuk menuju suatu tempat. Tiba-tiba ... sudah sampai saja.


Perlu tekad yang kuat dan mengalahkan rasa takut yang luar biasa untuk bisa menyetir mobil sendiri. Aku sampai empat kali ikut kursus stir mobil di dua sekolah mengemudi mobil. Tapi sampai semuanya selesai kujalani, tetap saja aku merasa belum bisa menyetir, apalagi kalau harus menyetir sendiri. Sempat aku hampir menyerah dan kembali mengambil sopir. Ah, tapi tidak! Aku harus bisa!

Sebelumnya, aku hanya bisa berkhayal membawa mobil sendiri, jalan-jalan ke mana-mana dengan menyetir mobil sendiri. Asyik sekali rasanya kalau sampai bisa jadi kenyataan. Tapi khayalan ya tinggal khayalan, mimpi! Karena begitu kembali pada realita, aku jadi ragu kalau aku mampu. Banyak pertimbangan yang tidak hanya berasal dari kecemasan dan ketidakpedean diri sendiri, tapi juga dari orang-orang disekitarku. Hari gini belajar nyetir? Jalanan sekarang tidak seperti dulu! Motor bersliweran seenaknya, angkutan umum slonong boy suka-suka, ditambah lagi aku yang memang sama sekali belum pernah menyetir mobil, tidak tahu jalan-jalan, terbiasa tidur di mobil, dan sering kelelahan dengan pekerjaan rumah tangga. Menyetir itu tidak hanya menyalakan mesin mobil dan menjalankannya saja. Butuh konsentrasi, kelincahan, perhitungan, dan kondisi yang fit. Duh, benar-benar berat godaan untuk bisa. Seandainya ada kursus stir mobil yang sepaket dengan kursus pede (percaya diri) menyetir, ya?

Tapi memang, Allah itu selalu memberikan sesuatu pada saat yang tepat. Aku mempercayai sekali hal itu, karena semua yang kujalani dan kudapat selama ini, mengalir begitu saja. Begitu juga dengan menyetir mobil sendiri. Awal Maret 2012 adalah waktu yang tepat yang diberikan-Nya kepadaku. Hanya dua minggu aku ditemani tetanggaku menyetir mobil sendiri, membiasakan melewati jalan-jalan yang rutin aku lalui tiap hari, aku pun nekad. Bismillah ....

Alhamdulillah, akhirnya ... aku bisa! Aku benar-benar bisa menyetir mobil sendiri. Aku sudah bisa menaklukkan rasa takut dan menyingkirkan rasa tidak percaya diri. Tinggal membiasakan diri, mengondisikan badan supaya fit saat menyetir, dan menghafal jalan-jalan. Untuk itu, banyak kebiasaan-kebiasaan jelekku yang harus ditinggalkan. Aku tidak boleh begadang, mengurangi sekali interaksi di sosial media, harus mempunyai asisten rumah tangga untuk membantu pekerjaan rumah tanggga supaya tidak kelelahan,  dan banyak makaaan .... :D

Sebulan lagi, genap setahun aku wara-wiri di jalanan. Tapi tetap, badanku masih belum bisa menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru ini. Sering, setiap kali kegiatan pada hari itu berakhir, aku langsung tepaaar .... Yang ada, cuma satu keinginan ... tidur!

Tapi semuanya kunikmati. Semuanya berkembang baik, terutama komunikasi dengan putriku yang sudah ABG. Mobil jadi tempat kami saling cerita dan curhat. Sepanjang perjalanan menuju dan dari tempat beraktivitas merupakan quality time kami. Dan aku ingat ucapannya saat balita dulu: "Ibu-ibu di sekolah, di tempat les piano, di tempat les balet, semuanya bisa nyetir. Mama, kok, enggak bisa nyetir? Pakai sopir melulu."

Sekarang, Mama bisa, Sayang ... karena kamu. ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

4 komentar :

  1. Inspiratif...penaklukan rasa takut. Andai takut itu berwujud, aku beranikan melihatnya dan ikat agar ia tak menghantui. Sayang hingga sekarang ia masih lebih besar dari keberanian yang aku miliki.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, Mbak Tri Sapta Mw ... salam kenal, ya! ^^
      Terima kasih, Mbak. Iya, benar, Mbak.
      Nah, setelah rasa takut itu kita kalahkan, yang ada pertanyaan ... kenapa enggak dari dulu-dulu ya, beraninya? Hihihi.
      Tapi memang semua ada waktunya. ^^

      Hapus
  2. kadang memang kalo mau bisa harus biasa yah mba, wah ibu yg mandiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, betul. Terlebih lagi harus punya tekad "harus bisa".
      Terima kasih. ^^

      Hapus